ORGANICJUICEBARDC – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan apresiasi kepada kepolisian atas penanganan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pria difabel di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kasus ini telah menarik perhatian publik dan menunjukkan betapa kompleksnya modus operandi kejahatan seksual yang sering kali tidak disadari oleh masyarakat.
Kronologi Kasus
Kasus ini pertama kali terungkap pada Oktober 2024 ketika seorang mahasiswi berani melaporkan dirinya sebagai korban pelecehan seksual oleh seorang pria difabel bernama Agus, yang dikenal dengan nama panggilan “Agus Buntung” karena lahir tanpa tangan. Sejak laporan pertama tersebut, jumlah korban yang berani melapor terus bertambah hingga mencapai 15 orang, termasuk beberapa anak di bawah umur.
Agus menggunakan modus operandi yang cukup cerdik untuk mengelabui korbannya. Ia sering kali mendekati perempuan yang tampak dalam kondisi mental yang rentan, seperti yang duduk sendirian di taman. Setelah berhasil memulai percakapan, Agus akan menceritakan kisah sedih tentang dirinya yang selalu dipandang rendah oleh orang lain. Kisah ini membuat korbannya merasa kasihan dan akhirnya memenuhi permintaan Agus, termasuk mengantarnya ke “rumah teman” yang sebenarnya adalah hotel murah di mana pelecehan terjadi.
Penanganan Kepolisian
Kepolisian NTB telah menangani kasus ini dengan serius sejak laporan pertama masuk. Agus ditetapkan sebagai tersangka setelah penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah NTB. Meskipun Agus sempat mengklaim bahwa dirinya difitnah oleh para korban, fakta-fakta yang terungkap selama penyelidikan menunjukkan bahwa ia telah melakukan pelecehan seksual secara berulang-ulang, bahkan di tempat-tempat umum seperti homestay di Mataram.
Apresiasi Komnas Perempuan
Komnas Perempuan memberikan apresiasi kepada kepolisian atas langkah-langkah cepat dan tegas yang diambil dalam menangani kasus ini. Menurut Komnas Perempuan, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya edukasi publik mengenai modus operandi kejahatan seksual yang semakin kompleks. “Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua bahwa kejahatan seksual tidak selalu terlihat jelas dan sering kali memanfaatkan kelemahan psikologis korban,” ujar seorang perwakilan Komnas Perempuan.
Langkah Selanjutnya
Kepolisian NTB terus mengembangkan kasus ini untuk mengidentifikasi lebih banyak korban yang mungkin belum berani melapor. Selain itu, penanganan terhadap tiga anak yang menjadi korban telah diserahkan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) untuk penanganan lebih lanjut. Langkah-langkah ini diambil untuk memastikan bahwa semua korban mendapatkan keadilan dan perlindungan yang mereka butuhkan.
Kesimpulan
Penanganan kasus pelecehan seksual oleh pria difabel di NTB ini menunjukkan betapa pentingnya kerja sama antara kepolisian, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat dalam memberantas kejahatan seksual. Dengan edukasi yang tepat dan respons cepat dari pihak berwajib, diharapkan kasus-kasus serupa dapat dicegah dan ditangani dengan lebih baik di masa depan.